Assalaamu'alaykum wa rahmatullaahi wa barakaatuh...

Wednesday, June 17, 2009

Emulsi Ummat Islam

Senin, 20 April 2009 aku dan 3 orang teman sekelompokku melakukan pembuatan emulsi minyak ikan. Aku jadi bertanya penuh heran. Jika minyak dan air saja mempu disatukan dengan kehadiran emulgator, kenapa kaum Muslimin saat ini tidak bisa disatukan? Padahal kita tahu bahwa minyak dan air memiliki sifat - sifat yang sangat jauh berbeda. Dari segi polaritas, air bersifat sangat polar sementara minyak bersifat non polar. Air merupakan senyawa anorganik sedangkan minyak merupakan senyawa organik. Dari segi ukuran molekul, air berukuran relatif kecil dibandingkan dengan minyak yang "gendut". Dari segi kerapatan (bobot jenis), keduanya juga sangat jauh berbeda. Sehingga wajar saja jika tegangan anta muka di antara keduanya sangat besar karena memang perbedaan di antara keduanya sangat besar. Tapi toh nyatanya keduanya dapat disatukan dengan kehadiran Pulvis Gummi Arabici (PGA) sebagai emulgator dan pengadukan yang cepat, kuat, serta searah.

Aku jadi bertanya sebenarnya seberapa besar perbedaan - perbedaab yang ada di antara fraksi - fraksi kaum Muslimin? Apakah perbedaan tersebut jauh lebih besar dari pada perbedaan yang ada di antara air dan minyak (yang saking besarnya sampai - sampai orang awam mengatakan keduanya tidak mungkin disatukan)? Ternyata tidak, bahkan sebaliknya, justru perbedaan itu sangat kecil. Bukankah perbedaan di antara mereka sebatas perbadaan suku bangsa, perbedaan madzhab dan perbedaan organisasi? Bukankah perbedaan itu seharusnya tidak menjadi masalah? Tapi kenapa tegangan anta muka di antara mereka sangat besar sehingga mereka sulit sekali disatukan?

Jika untuk menyatukan air dan minyak diperlukan adanya PGA sebagai emulgator, maka sesungguhnya ada banyak sekali "emulgator" di antara fraksi - fraksi kaum Muslimin yang seharusnya dapat menyatukan mereka. Bukankah mereka menyembah Tuhan yanga sama? Sama - sama menyembah ALLAH kan? Bukankah mereka memiliki kitab rujukan yang sama? Sama - sama merujuk pada Al Qur'an kan? Bukankah mereka memiliki panutan yang sama? Sama - sama mengklaim diri mengikuti Rasulullah kan? Bukankah ketika shalat mereka menghadap kiblat yang sama? Sama - sama menghadp Ka'bah kan? Dan bukankah ketika berhaji mereka berkumpul di tempat yang sama pada waktu yang sama? Seharusnya semua itu sudah cukup menjadi "emulgator" bagi ummat Islam. Bahkan sesungguhnya daya "emulgator" itu jauh lebih kuat dari pada apa yang bisa dilakukan PGA terhadap minyak dan air. Tapi kenapa fraksi - fraksi kaum Muslimin belum juga dapat disatukan meskipun di tengah - tengah mereka terdapat "emulgator" yang sangat kuat?

Aku semakin keras berfikir hingga menjelang jam praktikum berakhir, aku membandingkan emulsi yang aku hasilkan dengan yang dihasilkan oleh teman - temanku yang lain. Aku membandingkan emulsiku dengan emulsi milik A. Emulsiku berwarna kekuningan sedangkan milik A berwarna putih susu, cantik sekali. Lalu aku bertanya kepada Laboran yang bertugas "Pak, emulsi saya koq warnanya jelek ya? Milik A itu koq warnanya cantik. Itu kenapa ya?" Ternyata laboran itu menjawab "Ooo... praktikan golongan sebelum kalian memakai mortirmu untuk menggerus sulfur. Mungkin ia tidak mencucinya sampai bersih sehingga emulsimu jadi kuning." Selanjutnya aku melihat B yang gagal membuat emulsi. Aku tanyakan kenapa ia gagal. Ternyata jawabannya karena tadi ia kurang kuat ketika mengaduknya.

Sekarang pertanyaanku hampir terjawab. Mungkinkah itu jawabannya? Mungkinkah itu yang terjadi di antara fraksi - fraksi kaum Muslimin? Mereka sulit sekali disatukan meskipun ada banyak "emulgator" kuat karena kita sebagai pengemban da'wah kurang kuat dalam berusaha menyatukan mereka? Atau mungkin kita kurang cepat meng- counter isu - isu yang dapat merusak persataun ummat yang tengah dirajut? Atau karena kerja kita sebagai aktivis da'wah tidak searah? Aktivis da'wah yang satu menyerukan agar ummat melakukan A sedangkan aktivis da'wah yang lain justru sama sekali tidak menyerukan agar ummat melakukan A. Atau mungkin kalau pun kita telah bekerja keras dan cepat, niat kita kurang bersih sehingga kalau pun terjadi persatuan di anatara kaum Muslimin hanya merupakan persatuan semu, persatuan yanga hanya karena ada kepentingan - kepentingan sesaat? Persatuan yang sama sekali tidak menujukkan keindahan. Atau karena cara yang kita lakukan tidak benar - benar bersih dari ma'siyat? Sebagaimana emulsiminyak dan air juga tidak akan terbentuk dengan tampilan yang cantik kecuali dengan adanya emulgator, pengadukan yang kuat, cepat, dan searah serta alat - alat yang bersih.

Jawablah wahai para pengemban da'wah!!!



Senja pertama di bulan Mei 2009
(6 Jumadil Awwal 1430 H)
Di sebuah kamar paling nyaman di sudut Jogja.

Janji Perubahan Demokrasi

Dulu aku berpikir bahwa Demokrasi –yang diwakili dengan pemilunya– tidak menjanjikan perubahan apa pun. Tak ada sesuatu pun yang berubah setelah pemilu usai. Tapi sekarang aku berubah pikiran. Kini aku sadar, banyak hal yang bisa diubah oleh Demokrasi. Mulai dari tataran individu, masyarakat, bahkan negara.

Dalam tataran individu misalnya, lihatlah perubahan yang dialami oleh para caleg yang gagal. Bandingkanlah keadaan mereka sebelum dan sesudahpemilu berlangsung. Banyak di antara mereka yang semula sehat jiwa dan raganya tetapi setelah melewati pemilu keadaan kejiwaan mereka berubah menjadi stress, depresi, atau gila. Bahkan tak sedikit yang semula bernyawa berubah menjadi sesosok manusia tak bernyawa setelah pemilu usai.(Kisah “perubahan – perubahan” yang dialami para caleg dapat dibaca di Tabloid Media Ummat Edisi 12; 12 – 25 Jumadil Awwal 1430 H). Bukankah ini merupakan salah satu contoh perubahan dahsyat yang dihasilkan oleh pesta demokrasi?

Sekarang mari kita lihat perubahan apa saja yang berhasil diciptakan oleh demokrasi dalam tataran masyarakat. Telah kita saksikan Demokrasi melalui mekanisme pesta demokrasinya sering kali sukses mengubah kondisi masyarakat yang aman dan rukun menjadi penuh konflik. Lihatlah konflik – konflik yang dihasilkan oleh serangkaian pilkada di berbagai daerah di negeri ini! Di Tuban, kantor Bupati dibakar massa. Di Maluku Utara, dua kubu sampai sekarang (April 2009) masih terus bermusuhan, tidak hanya di level elite politik, tapi juga di level grass root dan bersifat fisik. Perang antar kampung hampir menjadi pemandangan sehari – hari di sana. Juga lihatlah apa yang telah berhasil diubah oleh pesta demokrasi yang menelan dana milyaran rupiah dalam pilkada Jatim! Bukankah ini juga merupakan ”prestassi gemilang” yang berhssil ditorehkan oleh Demokrasi dalam mengusung perubahan?

Pada tataran negara, Demokrssi juga telah dengan sukses mengubah keadaan suatu bangsa dari keadan aman, tenteram, dan terkendali menjadi penuh konflik, peperangan, dan mencekam. Kali ini memang tidak terkait dengan hingar bingar pesta demokrasi. Bukankah invasi AS dan sekutunya ke Iraq juga mengatasnamakan proses demokratisasi Iraq? Bukankah invasi itulah yang telah menghancurleburkan negeri seribu satu malam itu?

Contoh lain, Demokrasi jugalah yang telah mencabik – cabik negeri ini (meski proses pencabik – cabikan itu belum selesai)? Ingatkah kita pada proses lepasnya provinsi Timor Timur dari pangkuan Indonesia? Bukankah atas nama Demokrasi pula ”rakyat” Timor Timur diberi hak untuk menentukan nasibnya sendiri (yang sebenarnya hanyalah perangkap) dan akhirnya melepaskan diri dari Indonesia? Kemudian apa yang terjadi? Timor Timur (kini bernama Timor Leste) berubah dari wilayah yang semula cukup sejahtera di bawah naungan Indonesia menjadi salah satu negeri termiskin di dunia? Bukankah ini juga merupakan perubahan – perubahan yang berhasil dicetak oleh Demokrasi yang tak boleh diabaikan? Berhati – hatilah karena Demokrasi akan terus berusaha mencetak prestasi dalam membentuk perubahan – perubahan serupa! Waspadalah karena Demokrasi belum puas dengan prestasinya di Timor Timur, ia akan berusaha berprestasi di NAD dan Papua sebagaimana ia telah berprestasi di Timor Timur!

Jika telah begitu banyak prestasi yang berhasil ditorehkan oleh Demokrasi dalam mengubah individu, masyarakat, maupun negara seperti ini, masihkah kita hendak berkata ”Demokrasi Tidak menjanjikan perubahan apapun!” ?

Sungguh Maha Benar ALLAH atas firman – NYA: ”Dan sekiranya penduduk negeri beriman, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan Bumi tetapi mereka mendustakan (ayat – ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. Al – A’raf [7]: 96).

Sekiranya negeri ini berpaling dari Demokrasi menuju ke ketatan pada syariah ALLAH dan mengembalikan kedaulatan ke tangan syara’, maka insya ALLAH perubahan – perubahan seperti yang telah dipaparkan di atas tidak akan terjadi lagi dan pitu keberkahan dari labgit dan Bumi pun akan segera dibukakan oleh – NYA.
Wallahu ’A’lam




Pagi yang mendung dan dingin di sudut Jogja
17 Jumadil Awwal 1430 H
Tuesday, May 12, 2009
8:40 a.m.




Referensi
Untaian kata paling indah Al Quran Al Karim
Majalah Pembangun Kesadaran Ummat Al Wa’ie edisi April 2009
Tabloid Media Ummat Edisi 12
Bulletin Al – Islam edisi 447/XV “Demokrasi Bukan Jalan Perubahan Hakiki”
Bulletin Al – Islam edisi 451/XV “’Pesta Demokrasi’: Bukan ‘Pesta Perubahan’”



NB:
Jazaakillahu khayr untuk sseorang yang meninggalkan Media Ummat di kamarku..