Assalaamu'alaykum wa rahmatullaahi wa barakaatuh...

Thursday, March 27, 2008

Kampus Kita Terjajah!!!

Sifat dasar setiap ideology adalah ingin tetap eksis dan dianut oleh seluruh penduduk dunia. Begitu pun dengan ideology Kapitalisme yang diemban oleh Barat dan kini tengah menguasai dunia bahkan telah berhasil membuat sebagian besar penduduk dunia mengagung � agungkannya. Namun, itu saja belum cukup bagi Barat, sang pengusung ideology busuk ini. Barat akan selalu berusaha mengokohkan cengkeramannya di seluruh penjuru dunia, bahkan menguasainya (begitulah sifat dasar Kapitalisme yang selalu bernafsu untuk menjajah). Barat seolah tak pernah rela sejengkal pun wilayah �jajahan�-nya lepas dari cengkeramannya karena hal itu berarti Barat tak bisa lagi menguras sumber daya di wilayah itu. Maka, mereka pun melakukan untuk mempertahankan setiap jengkal wilayah jajahannya. Mereka tak akan pernah membiarkan seorang pun berusaha melepaskan wilayahnya dari cengkeraman Barat.
Barat menyadari bahwa kampus adalah sarang para intelektual. Di sana lah besar kemungkinan lahir para intelektual yang sadar akan penjajahan Barat atas negerinya. Maka, Barat pun berusaha menjajah dan menguasai kampus untuk mencegah tumbuhnya kesadaran itu pada diri para intelektual. Cara yang mereka lakukan pun beragam, mulai dari merekayasa kurikulum, biaya pendidikan yang mahal, hingga penawaran bea siswa ke luar negeri.

Kurikulum
Jika kita perhatikan, kurikulum pendidikan kita (sejak SD hingga perguruan tinggi) telah dibuat sedemikian rupa untuk membuat kita merasa bahwa Sekulerisme�ide dasar Kapitalisme�adalah sesuatu yang benar. Bisa kita rasakan bahwa sejak kita SD, kita tidak pernah diajari bahwa ilmu agama adalah dasar bagi ilmu �duniawi�, kita tidak diajari bahwa ilmu agama dan ilmu �duniawi� saling melengkapi, saling membutuhkan. Akan tetapi, kita diajarkan bahwa pendidikan agama selalu terpisah dari pendidikan �duniawi�. Kurikulum seperti ini mereka rancang karena mereka sadar bahwa jika masyarakat memegang teguh agamanya dan mengaitkan semua perbuatannya pada aturan agamanya, maka masyarakat akan sadar bahwa Kapitalisme adalah ideology yang rusak. Apalagi agama terbesar di negeri ini adalah Islam, agama yang tak sekadar agama ritual, tetapi juga ideology. Ditambah lagi, Barat sadar bahwa saat ini Islam-lah satu � satunya ideology yang berpotensi untuk mengalahkan mereka setelah Sosialisme � Komunisme telah mereka tumbangkan sebelumnya.

Sehingga, kita pun harus melaksanakan kurikulum yang sama sekali memisahkan nilai � nilai agama dalam pendidikan kita. Ketika kita berada di MIPA, kita diajari tentang berbagai fenomena alam tetapi kita tak pernah dibuat sadar akan kaitan semua itu dengan Sang Pencipta. Pola pengajaran yang dilakukan seolah � olah menanamkan di pikiran kita bahwa semua itu berjalan dengan sendirinya, tak ada kaitannya dengan Pencipta. Akhirnya, secara tidak sadar telah tertanam di pikiran kita masing � masing pendangan bahwa sekolah adalah tempatnya ilmu �duniawi�, bukan tempatnya berbicara tentang ilmu agama�padahal seharusnya ilmu agama layak dibicarakan di mana pun berada karena ilmu agama adalah dasar dari segala ilmu�. Karena pandangan seperti itu, maka yang dianggap sebagai �bintang� di dunia pendidikan adalah mereka yang mampu menguasai berbagai ilmu �duniawi� tanpa peduli apakah ia mampu mengaitkannya dengan keberadaan Sang Pencipta apalagi dengan perintah da larangan Sang Pencipta atau tidak. Maka, tidak jarang kampus hanya melahirkan intelektual � intelektual yang �kering�, intelektual � intelektual yang tidak mampu mengamalkan ilmu yang diperolehnya sesuai dengan aturan Sang Pencipta (bagaimana mereka bisa mengamalkannya sesuai aturan Sang Pencipta? Wong, bagaimana aturan Sang Pencipta saja mereka tidak tahu?). Akhirnya, semakin kokohlah Sekularisme tertanam di benak masyarakat yang berarti semakin kokoh pula Kapitalisme.

Biaya Pendidikan yang Tinggi
Rupanya para pengusung Kapitalisme itu sadar, pengaturan kurikulum saja tidak cukup untuk memberangus bibit � bibit yang mengancam keberadaan Kapitalisme. Jika hanya dengan kurikulum saja, masih mungkin lahir orang � orang yang tidak puas, lalu mencari ilmu yang lain, kemudian berusaha menyebarkan ilmu yang ia dapat itu sambil tetap kuliah. Maka para pengusung Kapitalisme itu pun merancang agar biaya pendidikan itu menjadi sangat mahal. Perpaduan antara kurikulum yang sekuler dan biaya pendidikan yang tinggi akan membuat banyak mahasiswa harus memilih antara terfokus pada kuliahnya (yang hanya mempelajari ilmu �duniawi� tanpa peduli terhadap kaitannya dengan aturan Sang Pencipta) atau terfokus pada ilmu yang tidak diajarkan dalam kuliahnya (memang ada mahasiswa yang berusaha seimbang dalam kedua hal tersebut. Mereka berusaha untuk menjaga prestasi akademiknya sambil tetap mencari ilmu yang lain dan menyebarluaskannya. Tetapi jumlah mereka sangat sedikit, hanya mereka yang mempu mengarur waktunya dengan baiklah yang dapat melakukannya).

Sebagian besar mahasiswa akan memilih untuk terfokus pada kuliahnya (study oriented) dan melupakan ilmu di luar kuliahnya karena dihadapkan pada kenyataan bahwa untuk dapat bertahan hidup layak diperlukan uang yang tidak sedikit dan sering kali ijazah menjadi sangat berarti untuk mendapatkan uang itu. Akhirnya, mereka pun hanya terfokus untuk segera lulus agar ia tidak harus mengeluarkan biaya lebih banyak lagi dan merasa sangat sayang meluangkan waktunya untuk mencari ilmu yang lain (misal ilmu agama, perbandingan ideology, dll) atau beraktivitas yang lain (misal berdakwah, menyadarkan masyarakat akan bahaya Kapitalisme, dll). Akhirnya, mereka pun tak akan pernah menyadari betapa busuknya Kapitalisme dan betapa jahatnya para pengusung Kapitalisme yang selalu bernafsu untuk menjajah. Bahkan, bukan tidak mungkin akhirnya mereka pun menjadi bagian dari pengusung Kapitalisme.

Dampak lain dari perpaduan antara kurikulum sekuler dan biaya pendidikan yang tinggi adalah lahirnya mahasiswa yang hanya peduli pada dirinya sendiri tanpa peduli lingkungannya. Bagi mereka, yang penting mereka bisa hidup nyaman, cepat lulus tak peduli orang lain seperti apa. Mereka tidak tertarik pada dakwah (padahal dakwah adalah kewajiban bagi setiap Muslim), tidak tertarik pada organisasi dan aktivitas sosial, bahkan tidak peduli pada orang lain. Menurut mereka, �Untuk apa capek � capek berdakwah, berorganisasi, tidak membuatku cepet lulus bahkan tidak memberikan keuntungan apa � apa untukku!�. Penulis berani mengungkapkan ini karena memang terjadi hal yang demikian. Penulis pernah terlibat diskusi dengan seseorang (sebut saja Xxx), di akhir diskusi kami dia menyatakan (kurang lebih) �Buat aku sih yang penting aku ga terusik. Masa bodoh orang lain mau kayak gimana!�. Saat itu, penulis masih belum terlalu paham maksud dari kata � katanya tersebut. Namun, pada waktu yang lain kami menonton sebua berita criminal tentang seorang TKW yang disiksa majikannya dengan tidak manusiawi. Seorang teman kami berkata, �Ya� ALLAH Xxx, mesakke (kasihan�pen) banget ya?!� kemudian Xxx menjawab �Jarke lah, Mba! Dudu aku ikih!� (�Biarkan sajalah, Mba! Toh bukan aku!��pen). Astaghfirullaah�ternyata itu maksud perkataannya tempo dulu �Buat aku sih yang penting aku ga terusik. Masa bodoh orang lain mau kayak gimana!�.

Orang � orang seperti Xxx inilah yang diinginkan oleh para Kapitalis itu ada di tubuh kaum Muslimin. Orang � orang yang individualis. Orang � orang yang tidak peduli pada orang lain. Orang � orang yang tidak peduli orang lain dirampok, ditindas, digusur, atau dibunuh tanpa alasan yang dibenarkan sekali pun. Dengan banyaknya orang seperti itu, maka mereka akan semakin leluasa untuk menjajah negeri ini, merampok kekayaan negeri ini karena penduduknya tidak peduli, yang penting ia baik � baik saja!

Akhirnya, mahasiswa yang memilih untuk terfokus pada kuliahnya akan terbagi menjadi 2 golongan: yang hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa peduli pada lingkungannya sama sekali dan yang akhirnya terjebak dalam Kapitalisme � Sekulerisme bahkan menjadi pengusungnya.

Sementara mereka yang memilih untuk menunaikan kewajibannya menuntut ilmu agama dan menyebarluaskannya dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak banyak teman seperjuangan mereka yang berarti tugas mereka semakin berat. Mereka harus mengatur waktu dan energi mereka sedemikian rupa agar kuliah dan kewajiban mereka yang lain tertunaikan dengan baik. Beban mereka bertambah berat karena tidak banyak yang merespon positif aktivitas mereka, bahkan tidak sedikit yang mencemooh aktivitas mereka. Ketika mereka menyuarakan busuknya Kapitalisme, buruknya Sekulerime, dan indahnya hidup dengan aturan agama, mereka berhadapan dengan orang � orang yang dianggap �bintang� di kampus (para mahasiswa yang study oriented) yang menjadi pembela Kapitalisme, mengagungkan Sekulerisme dan mengkampanyekan agar agama tidak perlu dibawa � bawa ke ruang publik.

Ketika terjadi perang ide antara yang pro Kapitalisme dan anti Kapitalisme, kemungkinan besar peperangan akan dimenangkan oleh yang pro Kapitalisme karena ide ini disuarakan oleh orang � orang yang dianggap �bintang�, orang � orang yang dianggap cerdas. Masyarakat pun akan termakan oleh kata � kata mereka. Masyarakat akan berfikir, �Orang � orang yang pinter saja setuju dengan Kapitalisme � Sekulerisme, berarti ide itu memang bagus. Yang bilang Kapitalisme buruk itu kan hanya orang � orang biasa. Mungkin mereka belum tahu seperti apa Kapitalisme itu sebenarnya��. Akhirnya, masyarakat mendukung Kapitalisme � Sekulerisme. Maka, semakin kokohlah cengkeraman para penjajah Kapitalis di negeri ini.

Bea Siswa Ke Luar Negeri
Ketika rekayasa kurikulum dan biaya pendidikan yang tinggi tidak berhasil memberangus semua yang anti Kapitalisme dan masih ada mahasiswa yang mampu menjaga prestasi akademiknya dan tetap menunaikan kewajibannya mempelajari ilmu yang lain lalu aktif di berbagai organisasi untuk menyebarluaskannya, para pengusung Kapitalisme pun menawarkan bea siswa kepada mereka dengan kemasan �bea siswa aktivis�. Para aktivis itu ditawari bea siswa untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri, khususnya di negeri para Kapitalis. Nantinya, di sana otak mereka dicuci hingga mereka lupa dengan idealisme yang dulu mereka pegang, lupa pada apa yang dulu mereka teriakkan hingga akhirnya mereka pun berubah 180 derajat menjadi pendukung bahkan pengusung Kapitalisme. Bisa kita saksikan faktanya betapa banyak para aktivis yang setelah �dididik� di negeri para Kapitalis itu mereka malah menjadi pendukung bahkan pengusung Kapitalisme. Maka, semakin kuatlah cengkeraman Kapitalisme di negeri ini karena ide Kapitalisme ini tidak hanya diusung oleh Barat tetapi oleh kaum Muslimin sendiri (tentu kaum Muslimin yang telah dicuci otaknya sehingga lupa pada ajaran agamanya).

Pilihan Ada di Tangan Kita!
Sekarang telah terungkap berbagai upaya yang dilakukan para Kapitalis untuk mengokohkan cengkeramannya di negeri kita. Telah terungkap pula apa yang mereka lakukan di kampus kita untuk membuat kita dan teman � teman kita terperangkap dalam Kapitalisme � Sekulerisme dan melupakan ajaran agama kita. Pilihan ada di tangan kita, Kawan! Apakah kita hanya akan berdiam diri menyaksikan semua ini, ikut terbawa arus Kapitalisme � Sekulerisme atau ikut bergerak bersama mereka yang ikhlas menyadarkan masyarakat tentang kebusukan Kapitalisme � Sekulerisme? Akan menjadi mahasiswa study oriented yang tidak peduli pada apa yang terjadi atau menjadi mahasiswa berprestasi yang tetap peduli pada lingkungan dan aturan Sang Pencipta? Tetapkanlah pilihan, Kawan! Pilih dengan hati nurani!

Tegal, February 26, 2008
19 Shafar 1429
Selasa 01.42 pm
Haafizhah Kurniasih

0 Comments:

Post a Comment

<< Home